"Pelajari ilmu zikir sebelum beramal zikir." |
Hai santri-santri ahli zikir, mintalah kepada gurumu ilmu zikir yang sedetik pun tidak lalai dengan Allah.
Karena nanti kita akan mengalami
umur yang tinggal sedetik lagi.
"Bacalah. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan."
Bacalah
saja. Jika akal jasad belum paham, biarkan akal ruhanimu yang membaca.
Biarkan Allah yang memahamkanmu, bukan atas semangat dan kecerdasan
diri. Sebab setiap ingin adalah nafsu.
Tajalli
Turunkan. Jangan dinaikkan. Tempat beradanya di tujuh cahaya. Keputusannya: suara. Suara ﻫ tidak bisa ditafsirkan. Jadilah alam dan isi-isinya. ﻫ kalau dimatikan, segala rahasia Allah ada gerakannya dan ada suaranya.
Kita
berzikir, kita mendengar suara kita berzikir. Tetapi, Yang Punya Zikir
berzikir sudah pernah kita dengar belum? Yang Punya Zikirlah yang
berzikir (atau Yang Punya Kata-lah yang Berkata). Kalau kita sudah
mendengar Yang Punya Zikir berzikir, dapatlah kita karam dalam zikir.
Ingatlah,
zikir itu beramal. Beramal harus dengan ilmu. Bagaimana kita berzikir
kalau tidak memiliki ilmu zikir. Beramal tanpa ilmu: kosong; tidak ada
artinya. Berilmu saja tanpa beramal: sesat.
Kosong itu lautan qadim. Kalau mau tau, (lautan qadim itu) dari Wujud sampai Wahdaniyah. Di sinilah kita tahu artinya udara.
Sifat
inilah bagi zat yang Mahasuci. Yang kosong itu sifat Qadim, bukan Nur.
Lebih daripada Nur. Itulah zat-sifat. Inilah Tubuhnya Allah Ta'ala. Cari
Rasulullah. Kalau dapat beliau, dapatlah.
Kalau
tahu sifat ini, bukan manusia biasa lagi. Tapi, sudah bertubuh
mahasuci. Tubuh mahasuci itu nyawa siapa? Nyawa zat mutlak. Zat-sifat
(asam) itu nyawa Muhammad, Adam, dan sekalian alam.
Kalau
qadim, nur saja. Nur itu nyawa Muhammad. Nyawa Muhammad itu lebih
daripada qadim. Bersatu Adam dan Muhammad, tidaklah hancur Adam. Yang
menyatakannya, itulah ﻫ. Hakikat sedikit pun tidak ada lagi dan nur nyawanya.
Suara
itu nyawanya. Suara itu yang bersambung kata dengan Tuhan. Muhammad
bersatu dengan Adam, maka padatlah tubuh lebih keras daripada batu.
Hidup seperti padat batu, kekal. (Lebih kekal) daripada tanam-tanaman.
Muhammad tidak akan mati karena nyawa semata-mata.
Adapun ﻫ itu
nyawanya nyawa. Inilah perintah Allah kalau kamu mau hidup selamanya.
(Ketika nanti) mati, bangun dengan jasmani dan ruhani. Itulah sebabnya
ada tafakur. Di dalam, zat asam membungkus. Di luar, zat mutlak
menyelimuti. Kloplah. Paslah sudah. Nyata terang-terangan.
Zikir ﻫ ini tidak diucapkan dengan huruf, tidak juga dengan suara. Hanya dengan rasa. Zikir dengan huruf dengan suara, (itu) belum (bisa dikata) kelu. Zikir dengan rasa: kelu. Inilah zikir rabbani.
Zikir ﻫ inilah kontak pribadi
kita dengan Tuhan.
kita dengan Tuhan.
Apabila ﻫ ini sudah berjalan (dengan) sendiri(-nya), akhirat pun kelihatan. Inilah inna lillahi wa inna ilayhi raji'un. Ingat, penghabisan suara (itu) dengan perasaan. Bagaimana mempergunakan zikir dengan rasa itu? Bukan (dengan) dirasa-rasa. Tuhan tidak ada rasa. Itulah kalla lisanuhu.
Kata
Sayyidina Umar r.a., "Satu detik lalai, maka aku murtad." Pelajarilah
zikir yang tidak ada lalai sedetik ini. Yang sedetik inilah yang
ditakuti ulama-ulama besar. Ingat perkataan Sayyidina Umar r.a. tadi.
Apa mau mengakhiri hidup dalam keadaan murtad?
Orang yang khusyuk dan karam dalam zikir itu adalah orang yang mendengar Yang Punya Zikir berzikir.
Kita
ini hanya menzikirkan Yang Punya Zikir. Bukan kita berzikir. Yang Punya
Zikir berzikir. Siapa yang berzikir? Zat(-lah) yang berzikir. Suara
siapa itu? Tuhan.
Rukun Mi'raj
Ash-shalaatu mi'rajul mu'min.
Takbir itu mi'raj. Sebelum mi'raj (takbir), ihram (suci) dulu. Setelah ihram, mi'raj-lah (takbir). Selesai takbir (pada akhir "Akbar") dinamakan tafaddal (terganti). Setelah terganti, bermunajatlah.
Waktu membaca surat (dan bacaan-bacaan salat), itu dinamakan munajat. Pantaslah Nabi Muhammad Saw. bersabda di penghujung hayat beliau: "Ummati, shalli..shalli..shalli..."
Karena orang yang salat itu zahiru Rabbi.
Yang tafaddal itulah tubuh zahiru Rabbi atau Rahasia Tuhan. Satu dengan jasad (atau esa). Maka orang yang (dalam) salat itu mengaku dirinya Tuhan (maksudnya: mengakui ke-Diri-an Tuhan dan tidak merasa ada diri lagi). Kalau tidak salat, mau mengaku diri siapa?? Yang tidak salat bisa-bisa mengaku diri setan. Inilah golongan sesat. Golongan laknatullah.
Takbir itu mi'raj. Sebelum mi'raj (takbir), ihram (suci) dulu. Setelah ihram, mi'raj-lah (takbir). Selesai takbir (pada akhir "Akbar") dinamakan tafaddal (terganti). Setelah terganti, bermunajatlah.
Waktu membaca surat (dan bacaan-bacaan salat), itu dinamakan munajat. Pantaslah Nabi Muhammad Saw. bersabda di penghujung hayat beliau: "Ummati, shalli..shalli..shalli..."
Karena orang yang salat itu zahiru Rabbi.
Yang tafaddal itulah tubuh zahiru Rabbi atau Rahasia Tuhan. Satu dengan jasad (atau esa). Maka orang yang (dalam) salat itu mengaku dirinya Tuhan (maksudnya: mengakui ke-Diri-an Tuhan dan tidak merasa ada diri lagi). Kalau tidak salat, mau mengaku diri siapa?? Yang tidak salat bisa-bisa mengaku diri setan. Inilah golongan sesat. Golongan laknatullah.
Orang yang tidak mau salat itu dilaknat Allah dan para malaikat-Nya pun melaknat pula. Maka salat itu adalah perintah Tuhan untuk rasul dan umatnya. Rasulullah saja orang berilmu dan kenal dengan Tuhan masih mau beramal. Beramal-lah yang membuat orang berilmu menjadi lebih sempurna ilmunya.
Berilmu, tapi tidak beramal: sesatlah.
Jadi, tidak bisa mengatakan yang berilmu itu tidak (perlu) salat.
Orang yang ikhlas itu beribadah tidak merasa capek, tidak merasa letih, apalagi jemu. Karena ibadahnya sudah lillahi ta'ala. Kalau masih merasa-rasa segala macam, tidak ikhlas. Karena ibadahnya li nafs, bukan lillahi ta'ala. Inilah ibadah yang dipukulkan pada orang yang beribadah (seperti) itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar