//readmore

Tombol

Selasa, 30 September 2014

Wasiat Ayah (episode 3)




 












Mengapa Allah menciptakan Adam hanya seorang diri pada awalnya ? Pertanyaan ini nyaris tidak pernah diungkapkan karena kita sudah terlanjur menjadikan awal penciptaan Adam itu sebagai sebuah dogma, bukan sebuah pelajaran yang penting dan mahal. Manusia nyaris tidak pernah memikirkan, bukankah Allah mampu menciptakan seribu Adam bahkan lebih hanya dengan kun saja jika mau ? Nyatanya Allah hanya menciptakan seorang Adam saja.


Ketahuilah Anakku, itulah proses pendidikan Allah kepada manusia bahwa segala sesuatu bermula dari nol (manusia menyebutnya ketiadaan, orang Jawa mengatakannya awang-uwung) lalu menjadi satu dan setelah itu diikuti dengan yang lainnya sampai jumlah yang tidak berbatas. Namun demikian haruslah dimengerti Anakku, bahwa proses itu hanya terjadi untuk segala sesuatu yang diciptakan, bukan untuk pencipta atau Allah, karena Allah Sang Maha Pencipta ada dengan sendirinya. Dia sudah ada sebelum segala sesuatu ada, dan Dia akan tetap ada walaupun segala sesuatu selain Dia sudah tidak ada. Atau dalam kalimat yang popular dalam Al Quran huwal awwalu wal akhiru, Dialah Awal dan Dialah Akhir, hal yang sekaligus menunjukkan bahwa Dia adalah Sang Waktu, sehingga ketika Allah bersumpah Demi Waktu, maka sebenarnya Dia bersumpah atas diriNya sendiri.


Proses itu hanya terjadi dan ada pada ciptaan. Maka untuk segala sesuatu selain Allah, selalu ada awal dan kemudian akan berakhir. Dalam lantunan tembang puji-pujian di tanah Jawa diungkapan “biyen aku ora ana, sak iki aku ana, sesuk aku ora ana, bali menyang rahmating Allah” – dulu aku tidak ada, sekarang aku ada, dan kelak aku kembali tidak ada, pulang ke rahmatullah – dengan sangat tepat.


Manusia diajari proses ini, yaitu proses innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Dari Allah kembali ke Allah itu melalui proses. Jika prosesnya benar, dan manusia melibatkan diri dalam proses itu, maka dia akan kembali kepada Allah. Namun demikian, jika prosesnya tidak benar, karena manusia tidak melibatkan diri dalam proses itu, maka dia tidak akan kembali kepada Allah. Dia akan kembali entah kepada siapa. Maka dari itu, keberadaan manusia di dunia itulah waktu yang harus dimanfaatkan oleh manusia untuk menjalani proses tersebut, karena kembali kepada Allah itu bukan sesuatu yang otomatis.


Memang banyak orang yang menganggap bahwa jika seorang mati, maka dia pasti kembali kepada Allah. Bagaimana dia akan kembali kepada Allah jika sebelumnya dia tidak mengetahui jalan menuju Allah ? Bagaimana dia dapat kembali kepada Allah jika dia tidak tahu jalan Allah ? Bagaimana dia dapat kembali kepada Allah jika dia tidak tahu di mana rumah Allah ?


Maka, jangan mudah percaya begitu saja, Anakku. Ingat, kembali kepada Allah itu merupakan kewajiban individual tiap manusia. Kamu tidak dapat mengharapkan pertolongan dari siapa pun. Kamu harus menjalin komunikasi dengan Allah secara intens selagi kamu masih berada di dunia. Carilah jalan Allah, kemudian selusurilah jalan yang akan mengantarmu sampai ke rumah Allah yang sejati. Aku sudah menguraikan hal ini pada bab Berjalanlah Di Jalan Allah. Bacalah jika kamu masih merasa belum memahaminya.


Dalam bab ini, aku mengajak kamu untuk berahlak dengan ahlaknya Allah. Sebab, setelah kalian menemukan jalan Allah, maka tugasmu berikutnya adalah berjalan di jalan Allah. Ketika kamu berjalan di jalan Allah itulah kamu wajib menghiasi hidupmu dengan ahlak mulia, yaitu ahlak Allah. Hal yang harus menjadi perhatianmu pertama-tama adalah mengetahui tujuan penciptaan Allah atas segala sesuatu dan bagaimana semuanya itu tercipta. Artinya, kamu tidak hanya sembarang berbuat sesuatu yang menurut kamu baik, tetapi kamu harus melakukan sesuatu karena Allah menyukai. Jadi, kamu harus mengerti lebih dahulu, apa yang paling disukai oleh Allah. Jika kamu sudah tahu, maka banyak-banyaklah melakukan perbuatan yang disukai oleh Allah itu.


Perbuatan baik yang paling disukai oleh Allah adalah jika kamu mengenaliNya. Dalam salah satu hadis qudsi Allah berfirman “Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, Aku ingin dikenal, maka Aku ciptaan mahluk (manusia)”. Kemudian di dalam Al Quran Allah berfirman “dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepadaKu” (QS 51:56). Kata mengabdi kepadaKu kadang-kadang diterjemahkan menjadi menyembah Aku. Kedua terjemahan itu saling melengkapi. Tetapi, Ibnu Abbas ra menafsirkan kata illa liya’budun (kecuali untuk menyembah Aku) menjadi illa liya’rofun (kecuali untuk mengenal Aku). Penafsiran Ibnu Abbas ra itu sejalan dengan bunyi hadis qudsi yang menceritakan keinginan Allah untuk dikenal. Hal tersebut sekaligus merupakan perintah kepada manusia untuk mengenal Allah, atau untuk bermakrifat kepada Allah.


Itu adalah perbuatan baik yang paling disukai oleh Allah. Maka, Allah sangat senang jika ada seorang hamba mulai mencari jalanNya untuk bermakrifat kepadaNya. Dia akan memberikan segala sesuatu yang diperlukan oleh si hamba jika hamba itu benar-benar berusaha untuk berada di jalan makrifat. Jika kemudian dia sampai kepadaNya (para sufi menyebutnya sebagai wushul), maka Allah begitu gembira. Kegembiraan Allah itu digambarkan dalam hadis Nabi “melebihi gembiranya pemilik onta yang pagi-pagi menemukan ontanya yang hilang kembali tertambat di kandangnya”. Allah lebih gembira dari itu.


Artinya, jika kamu ingin mendapatkan kegembiraan, maka kamu harus membuat Allah gembira, yakni kembali kepadaNya menyusuri jalan Allah, yaitu makrifatullah. Kamu harus meyakini hal ini dengan keyakinan yang terus meningkat, dari keyakinan yang paling lemah, yaitu ‘ilmul yaqin, menuju ‘ainul yaqin, haqqul yaqin hingga istbatul yaqin. Jangan hanya meyakini berdasarkan ilmu saja, Nak, karena itu barulah merupakan awal. Kamu harus mendapatkan keyakinan yang lebih tinggi dengan menyaksikannya, sehingga kemu mendapatkan keyakinan yang benar atau haq. Akhirnya kamu meyakininya dengan menetapkannya dalam hati. Itulah keyakinan para Rasul, para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada dan para Salihin. Kamu dapat mencapai derajat itu jika kamu benar-benar berusaha untuk itu Anakku.


Ketahuilah, setelah kamu memakrifati Allah, maka tugas berikutnya yang harus kamu kerjakan adalah berahlak dengan ahlaknya Allah. Allah paling suka menebarkan cinta kasih kepada seluruh mahlukNya, maka kamu pun harus menjadi bagian dari kesukaan Allah, yaitu menjadi pintu bagi tercurahnya cinta kasih Allah kepada seluruh mahlukNya. Dalam kaitan inilah Rasulullah saw menyatakan “manusia yang paling baik adalah dia yang paling banyak memberikan manfaat kepada manusia”. Nabi Muhammad saw mendorong manusia untuk menjauhkan diri dari sifat egois, alias mementingkan diri sendiri. Sebaliknya, Beliau ingin agar setiap manusia menjadikan dirinya sebagai pusat kebaikan. Dalam bahasa lain, Nabi Isa as menyerukan supaya manusia menjadikan hidupnya laksana lilin yang menyala terang menerangi sekelilingnya, walaupun badannya sendiri hancur.


Anakku, Allah membenci kerusakan sehingga Dia melarang manusia membuat kerusakan di bumi. Maka janganlah kamu membuat kerusakan di bumi. Nah, di sini kamu harus berfikir dan bertindak cerdas, Nak dengan memerenungkan makna kerusakan itu. Janganlah kamu ikuti cara berfikir orang-orang yang bodoh, yang menganggap kerusakan itu hanya bermakna lahiriah saja. Tetapi yang dimaksudkan dengan kerusakan di sini terutama adalah kerusakan ahlak dan kerusakan iman. Karena jika iman dan ahlak rusak, maka rusaklah segala-galanya. Iman yang rusak menyebabkan penyakit syirik sehingga manusia menjadikan nafsunya sebagai tuhannya. Apa yang menurut nafsunya baik, maka itulah yang dikerjakannya. Padahal, nafsu umumnya cenderung pada keburukan. Maka, jika nafsu selalu diperturutkan, yang terjadi kemudian adalah kerusakan ahlak.


Keadaan seperti itu pernah terjadi di jazirah Arab masa lalu, pada era yang disebut era jahiliyah. Ketika itu masyarakat Arab, khususnya di wilayah Mekkah, sedang dilanda krisis ahlak multidimensi, sehingga orang-orang tidak lagi menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Walaupun Mekkah pada masa itu sedang menjadi pusat perdagangan internasional, kerusakan ahlak masyarakatnya terus terjadi. Orangtua tega membunuh bayi perempuan, manusia menyembah berhala yang dia bikin sendiri.


Itulah yang disaksikan setiap hari oleh Muhammad ibnu Abdullah. Maka, jika kamu menyaksikan keadaan seperti itu disekelilingmu, bertindaklah seperti Muhammad ibnu Abdullah, yaitu melakukan uzlah. Menjauh dari orang-orang yang bodoh itu. Bukan dengan pergi ke gunung atau menyepi di gua, melainkan dengan membuat jarak yang jelas dengan orang-orang bodoh itu.


Zaman ketika Nabi Muhammad saw diutus, disebut sebagai zaman jahiliyah. Zaman kebodohan. Tetapi kebodohan yang dimaksudkan bukanlah kebodohan dalam ilmu pengetahuan dunia, melainkan kebodohan karena manusia tidak mengenal Allah. Jika mereka mengenal Allah, tentulah mereka tidak akan menyembah berhala yang mereka buat sendiri. Kebutaan terhadap Allah, itulah jahiliyah sejati. Oleh karena itu, Nak, berkali-kali dalam buku ini aku menganjurkan kamu supaya bermakrifat kepada Allah. Jika kamu mengenal Allah, maka kamu tidak akan menyembah berhala.


Ketahuilah, Anakku, sekarang ini semakin banyak saja jumlahnya para penyembah berhala itu. Mungkin kamu heran mendengarnya. Tetapi itu benar, Nak. Dari jaman purba sampai jaman modern ini, yang namanya berhala itu memang dibuat sendiri oleh para penyembahnya. Ayahanda Nabi Ibrahim as, adalah pembuat berhala dan sekaligus penyembah berhala. Dia membuat sendiri berhala itu lalu menyembahnya.


Sekarang pun, pembuat-pembuat berhala itu makin banyak. Bedanya, jika di jaman dahulu berhala-berhala itu berwujud, maka berhala-berhala sekarang ini ada yang berwujud dan ada yang tak berwujud. Berhala yang berwujud itu berupa organisasi, partai politik, perusahaan (untuk menyebut beberapa contoh), sedangkan berhala yang tak berwujud itu bisa bernama ideology, paham keagamaan, dan kamu dapat menambahkannya sendiri.


Lihatlah di sekelilingmu orang-orang yang menjadikan organisasi sebagai berhala. Apa pun yang diputuskan oleh pemimpin organisasi, kemudian dianggap sebagai sebuah kebenaran mutlak sehingga sampai mati pun harus dibelanya. Jika ada yang menghina organisasinya, maka dia akan membalasnya dengan penghinaan yang lebih besar kepada si penghina itu. Jika organisasinya memutuskan untuk melakukan pengrusakan terhadap property orang lain, maka para pengikut organisasi itu akan dengan serta merta melakukan razia, menggerebek tempat yang dituding sebagai sarang maksiat dan meluluhlantakkannya sampai tak bersisa.


Lihatlah pula orang-orang yang menjadikan partai politik sebagai berhala. Mereka akan melakukan apa saja untuk membenarkan garis politik partai, walaupun tahu bahwa garis politik itu benar-benar akan menyengsarakan rakyat. Untuk para penyembah berhala partai politik, tidak ada istilah berjuang untuk rakyat, yang ada adalah berjuang untuk tujuan politiknya, yaitu kekuasaan. Kemudian segera setelah berkuasa, maka mereka akan menggunakan kekuasaannya itu untuk melakukan pembenaran atas tindakan-tindakannya. Aku tidak perlu bercerita lebih panjang tentang hal ini, karena dengan kecerdasan akalmu, kamu akan dapat mencari sendiri contoh-contoh seperti itu. Dia ada di sekelilingmu, Nak.


Sedangkan orang-orang yang menyembah berhala yang tak berwujud itu pun banyaknya bukan main. Lihatlah di sekelilingmu, Nak, orang-orang yang menjadikan ideologinya sebagai sebuah kebenaran mutlak. Ideologi kapitalis, komunis dan banyak lagi seakan-akan sebagai ajaran tuhan yang tidak boleh dikritisi sedikit pun. Begitu pula dengan maraknya berbagai macam aliran dan paham yang tumbuh di masyarakat, sekarang telah menjadi tuhan tersendiri bagi para penganutnya. Bahkan aliran dan paham keagamaan yang digagas oleh sesama manusia pun dijadikan sebuah kebenaran mutlak, sehingga para penganutnya merasa punya hak untuk mengkafirkan orang lain atau bahkan menghalalkan darah sesama manusia hanya karena perbedaan aliran dan paham.


Nabi Muhammad saw menyingkir dari para penganut ajaran berhala ketika itu, sehingga kita pun pantas untuk mengikuti langkah Beliau, menjauhkan diri dari kelompok-kelompok penyembah aliran dan paham, ideology, organisasi maupun partai politik. Maka, jika Nabi Muhammad saw pun kemudian memilih untuk mencari kemudian menemukan Allah melalui perjalanan spiritualnya, kita pun layak mengikuti jejak langkah Beliau. Setelah Nabi Muhammad saw menemukan Allah dan memakrifatiNya, maka dia pun menjadikan makrifatullah sebagai modal hidupnya. Kita pun – jika benar kita adalah pengikut setia Beliau – harus menjadikan makrifatullah sebagai modal hidup kita.


Anakku, dengan bermodalkan makrifatullah, Nabi Muhammad saw kemudian menjadikan cinta sebagai dasar hidup Beliau. Tidak mengherankan jika Nabi Muhammad saw menjadi panutan dan teladan utama yang harus diteladani oleh para pengikutnya. Beliau digambarkan oleh Aisyah ra berahlak dengan Al Quran. Artinya, Al Quran menjadi perilaku Beliau dalam menjalani hidup. Al Quran tidak semata-mata dijadikan bacaan, melainkan Beliau jadikan panduan menempuh perjalanan rohani menyusuri jalan Allah, sehingga patutlah kita yakini bahwa Beliau memiliki makrifat yang paling sempurna di antara manusia. Kesempurnaan makrifat Beliau tergambar dalam perilaku hidupnya yang penuh cinta kasih kepada semua mahluk Allah.


Maka, tidakkah kamu ingin meneladani Beliau, Anakku ? Jika jawabanmu : ya, maka sibuklah menebarkan cinta kasih kepada mahluk Allah sepanjang hidupmu.


Wallohua’lam.*****

1 komentar:

  1. salam hangat dari kami ijin menyimak dari kami pengrajin jaket kulit

    BalasHapus

Dinar & Dirham Adalah Uang Masa Depan

Salam Alaikum Wr. Wb Alhamdulillahirobbil alamin Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, dan Shalawat serta sala...